Tampilkan postingan dengan label mohammad diponegoro. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mohammad diponegoro. Tampilkan semua postingan

09 Agustus 2010

Ketika Kita Macet Menulis

[ilustrasi: jskompani.no]
SEPANDAI dan seproduktif apa pun, seorang penulis atau pengarang, suatu saat tentu pernah mengalami kondisi kebuntuan atau macet menulis. Memang, pada saat seperti ini, bisa saja ia memaksakan diri menulis, namun hasilnya sering tidak memuaskan atau berada jauh di bawah standar yang diharapkannya.

Jika tidak demikian, seringkali tulisannya malah berhenti di tengah jalan. Baru satu atau dua paragraf macet, dan ia kelimpungan, tidak tahu ke arah mana tulisannya akan dilanjutkan. “Sedang kehabisan bahan,” begitu alasan klise yang biasanya dikemukakan. Atau bisa juga, “Lagi nggak ‘mood’ menulis.”

Mengapa Terjadi?

Kondisi “kehabisan bahan” acap muncul bila seorang penulis sangat produktif menulis, namun enggan mengimbangi dengan aktivitas membaca. Membaca di sini tidak hanya dalam arti harfiah, seperti membaca buku, jurnal, koran, atau media online, namun juga membaca “ayat-ayat yang terhampar” atau fenomena sosial dan alam sekitar. Dalam istilah para aktivis Islam, yang terakhir lazim dikenal sebagai tadabur alam.