14 September 2008

Benci dan Kagum pada Amerika



SUATU hari keponakanku, Nungki, terheran-heran saat melihatku terpaku di depan televisi yang menyiarkan acara film Spiderman.        
Ponakanku itu rupanya tak menyangka bahwa aku, omnya, yang mantan aktivis mahasiswa dan kini staf ahli anggota DPR RI, adalah penggemar film-film yang lazimnya digandrungi anak-anak atau remaja itu.  Maka, aku terpaksa memberi penjelasan padanya, "Yang paling kukagumi pada film ini bukan film ini sendiri atau ceritanya, tetapi teknik pembuatannya yang nyaris sempurna. Bayangkan, bagaimana Spiderman bergelantungan dari satu gedung ke gedung pencakar langit lainnya dengan kecepatan tinggi hanya dengan seutas jaring laba-laba. Sesuatu yang tak masuk akal, tapi dalam film tersebut dapat ditampilkan sangat realistis. Bandingkan dengan film-film atau sinetron Indonesia yang menampilkan adegan manusia (Gatotkaca) atau burung garuda raksasa terbang, maka teknik pembuatan film kita tampak sekali asal-asalannya..."   Karena itulah, meski secara politik aku membenci hegemoni dan standar ganda politik luar negeri Amerika Serikat, tapi satu hal yang kukagumi pada bangsa AS sejak dulu hingga kini ialah kepiawaiannya dalam membikin film.  Aku acap berdecak kagum sehabis nonton film-film produksi Amerika, baik film-film yang diputar di televisi, di gedung bioskop, maupun yang kuputar melalui DVD player laptopku.    Aku kagum karena di balik produk film AS itu tersirat sebuah etos kerja yang sungguh-sungguh. Ide cerita yang sederhana, di tangan para pekerja industri film AS, dapat menjadi film yang luar biasa. Apalagi jika ide ceritanya memang luar biasa.  Sekadar contoh, kisah anak kecil yang ketinggalan di rumah sendirian saja bisa menjadi sebuah film mendunia yang berjudul Home Alone Bahkan kehidupan binatang prasejarah yang belum pernah kita lihat secara nyata lantaran keburu punah, di tangan sutradara film AS bisa dihadirkan seperti betul-betul nyata di hadapan kita. Ini misalnya bisa kita lihat dalam film Jurassic Park   Sementara film-film yang diangkat dari cerita komik seperti Superman atau Spiderman memperlihatkan kompetensi teknis pembuatan film yang yahud.     Kerja sungguh-sungguh atau profesional itulah pelajaran terbesar di balik film-film AS. Dan ini sangatlah Islami. Sebab Allah berfirman dalam Al Quran agar manusia jika mengerjakan sesuatu hendaklah bersungguh-sungguh, dan setelah selesai, maka kerjakanlah pekerjaan lainnya dengan sungguh-sungguh pula.  Konsekuensi dari kesungguhan bekerja tadi: tak mengherankan jika dari produksi satu judul film AS saja melibatkan jumlah krun yang amat banyak. Ini karena masing-masing orang atau tim bertanggung jawab atas bidang-bidang kerja yang sangat terspesialisasi.  Tak aneh jika investasi yang dibenamkan dalam satu produksi film pun akhirnya menyentuh nilai milyaran atau bahkan belasan milyar rupiah.  Besarnya jumlah personalia dan nilai investasi raksasa yang terlibat dalam pembuatan satu judul film ini juga makin menunjukkan adanya kesungguhan bekerja tadi. Coba bandingkan dengan sinetron-sinetron Indonesia yang dangkal dan cenderung digarap asal-asalan. Aku heran, sinetron ecek-ecek begitu kok digandrungi para ibu-ibu dan remaja putri. Sampai umurku yang berkepala tiga sekarang, kiranya hanya ada satu sinetron yang kuikuti tiap kali tayang dan meninggalkan kesan cukup mendalam, yakni Kiamat Sudah Dekat Ini terutama karena Kiamat Sudah Dekat berani menampilkan cerita yang tak biasa, dan dapat menggeret kita untuk sejenak merenungkan hakikat kita hidup di dunia ini. Sinetron dakwah ini juga tampil manusiawi, tanpa terlalu banyak menggurui, sehingga juga berhasil melepaskan diri dari cara pandang hitam-putih dan cenderung mengadili yang acap mendominasi pola pikir kaum agamawan fundamentalis. Kembali pada bangsa Amerika, hal lainnya yang saya kagumi pada mereka adalah semangat demokrasi dan penghormatannya atas hak asasi manusia. Terlepas dari segala kelemahannya, misalnya standar ganda mereka dalam menyikapi implementasi HAM dan demokrasi di seluruh dunia, menurutku AS masih tetap bangsa yang paling demokratis dan menjunjung HAM di muka bumi ini.  Oleh karena itu, jika kita hendak belajar demokrasi atau membuat film yang bermutu, memang hanya Amerikalah satu-satunya kiblatnya. Tidak ada alternatif lain, setidaknya sampai saat ini. Karena itu pula, andai masih ada kaum teroris ingin menghancurkan Amerika, akulah termasuk salah satu orang yang bakal tidak setuju. Alasannya sederhana saja, nanti kalau Amerika luluh lantak, kita takkan lagi bisa menonton film-film Amerika yang mempesona haha...  Ini barangkali yang tak pernah terpikirkan oleh para teroris itu. Maklum, keyakinan agama garis keras yang dianut para teroris puritan itu memang mengharamkan film, baik melihat, mengedarkan, apalagi membuatnya. Jadi mereka memang tak punya kepentingan dengan film bagus.  Fatwa haram atas film yang dilontarkan para pegiat Islam garis keras seperti Taliban di Afghanistan itu bukan hanya berlaku bagi film bernuansa porno, tapi juga film-film culun seperti Superman atau Jurassic Park. Alasannya sepele saja: menurut keyakinan mereka, film diharamkan ditonton karena menampilkan gambar manusia dan hewan dalam format lengkap.  Ya, habis bagaimana dong? Masak kita hanya disuruh melihat film-film ihwal tumbuhan dan bintang-bintang belaka. Itu sih, istilah para ABG: bikin boring banget alias membosankan.     Selain itu, posisi ideologis para teroris lazimnya juga mengharamkan demokrasi. Jadi kloplah jika mereka tak punya kepentingan agar AS tetap eksis di muka bumi ini. Karena para teroris itu memang tak pernah merasa perlu belajar demokrasi dari Amerika.    Menurut mereka, demokrasi hanyalah siasat kaum kafir untuk memporakporandakan agama, Islam khususnya. Nah, jika sudah begini, ya sampai kapan pun takkan pernah ada titik temu.   Padahal Islam adalah rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Dalam perspektif rahmat bagi seluruh alam, dakwah Islam harusnya bersifat inklusif, dapat membawa pencerahan bagi seluruh umat manusia, termasuk bagi bangsa AS khususnya dan bangsa-bangsa Barat umumnya.  Tidak malah bersifat eksklusif dan egosentris seperti diyakini para teroris itu. [] jarot dp

Tidak ada komentar: